BOEDI OETOMO
Organisasi ini berdiri atas inisiatif dari Mas
Ngabehi Wahidin Soedirohoesodo. Pada 1906, ia bertemu dan berdiskusi dengan
para pelajar STOVIA di jakarta. Akhirnya dari ide Wahidin Soedirohoesodo,
terbentuklah sebuah organisasi yang bernama Boedi Oetomo yang diketuai oleh
Soetomo. Tujuan Boedi Oetomo adalah “Kemajuan bagi Hindia”. Dengan cepat
organisasi in mendapat dukungan dari banyak kalangan. Namun, seirng berjalannya
waktu, Boedi Oetomo mengalami kemunduran yang disebabkan oleh adanya perbedaan
orientasi antara golongan tua dan golongan muda. Setelah kongres pertamanya,
kepemimpinan Boedi Oetomo dipegang oleh golongan tua yang memutuskan untuk
membatasi jangkauan gerak Boedi Oetomo pada masyarakat Jawa dan Madura saja,
dan tidak akan melibatkan diri dalamkegiatan politik. Atas perkembangan
tersebut, banyak anggota yang kecewa, terutama golongan muda yang kemudian
mengunndurkan diri.
Namun, Boedi Oetomo tetap berdiri dan memiliki
wakil yang cukup banyak dalam dewan rakyat (Volksraad). Untuk mendapat dukungan
yang lebih dari massa, Boedi Oetomo mengalihkan perhatian pada bidang politik.
Namun tekanan oleh pemerintah belanda terhadap pergerakan nasional menyebabkan
Boedi Oetomo mengalami kemunduran. Pada 1935, Boedi Oetomo bergabung dengan
organisasi pergerakan lainnya yaitu Parindra.
Tokoh yang berperan dalam organisasi ini adalah
Wahidin Soedirohoesodo yang notabene penggagas terbentuknya Boedi Oetomo dan
Dwidjosewoyo yang mengusulkan tentang wajib militer, walaupun akhirnya usulan
tersebut ditolak dan diganti dengan dibentuknya Volksraad.
Peran organisasi ini juga cukup besar yaitu
menyebabkan munculnya organisasi-organisasi pergerkan nasional yang lain yang
berjuang demi bangsa Indonesia.
SAREKAT ISLAM
Organisasi yang bernafaskan syariat islam ini
awalnya bernama Sarekat Dagang Islam. Bertujuan untuk mengembangkan jiwa
dagang, membantu kesulitan yang dihadapi anggota, memajukan pengajaran dan
semua yang mempercepat naiknya derajat bumiputra dan menentang pendapat yang
keliru tentang agama islam.
Organisasi ini didirikan oleh H. Samanhudi pada
1911 di Surakarta. Dalam kepemimipinan Haji Oemar Said Tjokroaminoto,
organisasi ini berkembang pesat. Ia mengemukakan pendapat bahwa indonesia perlu
membentuk pemerintahan bagi rakyatnya sendiri.
Karena disusupi oleh paham radikal yaitu
komunisme, akhirnya SI terpecah menjadi dua yaitu SI Merah (berasas komunis)
dan SI Putih (berasas islam). Dalam kongresnya pada 1921, SI menerapkan
peraturan disiplin partaiyang melarang anggotanya mempunyai keanggotaan ganda.
Akibatnya, semua anggota dari cabang SI Merah dikeluarkan dari keanggotaan.
Untuk selanjutnya anggota-anggota SI Merah lalu bersatu dalam Partai Komunis
Indonesia (PKI).
Tokoh organisasi ini diantaranya H. Samanhudi
yang mendirikan organisasi ini dan H.O.S. Tjokroaminoto yang mengetuai
sekaligus memunculkan ide pemerintahan sendiri bagi rakyat Indonesia.
Peran organisasi ini adalah menciptakan gagasan
mengenai perlunnya sebuah pemerintahan sendiri bagi rakyat indonesia dan
sekaligus menjadi sarana bagi berkembangnya komunisme di Indonesia.
INDISCHE PARTIJ
Organisasi
yang berideologi nasionalis ini didirikan pada tahun 1912 dan dipelopori oleh
Douwes Dekker, Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat atau yang biasa disebut
“Tiga Serangkai”. Tujuan Indische Partij adalah untuk mempersiapkan kehidupan
bangsa Indonesia yang merdeka dan
mendobrak kenyataan politik rasial yang dilakukanpemerintah kolonial Belanda.
Organisasi politik yang satu ini merupakan salah satu organisasi yang bersifat
menentang belanda (non-kooperatif).
Menjelang
perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda, dibentuk “Komite Bumiputera” yang
bermaksud mengirinkan telegram kepada Ratu Belanda tentang pencabutan pasal III
RR (Reglement op het beleidder Regeering) tentang dibentuknya majelis
perwakilan rakyat yang sejati dan ketegasan akan adanya kebebasan berpendapat
didaerah jajahan. Oleh karena kegiatannya dianggap berbahaya, maka pada Agustus
1913, Tiga Serangkai dijatuhi hukuman dibuang ke Belanda. Permohonan Indische
Partij untuk mendapat pengakuan sebagai badan hukum ditolak tegas. Dan Indische
Partij dianggap sebagai partai terlarang.
Oleh
karena itu,Indische Partij berubah nama menjadi Insulinde. Pada 1919, Insulinde
berubah nama menjadi Nationaal Indische Partij (NIP). Dalam perkembanggannya
NIP tidak berdampak besar terhadap rakyat Indonesia dan hanya menjadi kumpulan
orang-orang terpelajar.
Tokoh
yang berjasa dan berperan bagi organisasi ini adalah Tiga Serangkai yang berani
mengambil langkah yang berbahaya bagi majunya Indische Partij.
Peran
organisasi ini dalam pergerakan Nasional adalah menjadi pelopor partai yang
secara tegas menunjukkan sikap non-kooperatifnya kepada Belanda.
PARTAI KOMUNIS INDONESIA.
Partai ini didirikan atas inisiatif tokoh sosialis
Belanda, Henk Sneevliet pada 1914, dengan nama Indische Sociaal-Democratische
Vereeniging (ISDV atau Persatuan Sosial Demokrat Hindia Belanda).
Keanggotaan awal ISDV pada dasarnya terdiri atas 85 anggota dari dua partai
sosialis Belanda, yaitu SDAP (Partai Buruh Sosial Demokratis) dan SDP (Partai
Sosial Demokratis), yang aktif di Hindia Belanda. ISDV mulai aktif dalam
penerbitan dalam bahasa Belanda, "Het Vrije Woord" (Kata yang
Merdeka). Editornya adalah Adolf Baars.
Pada saat pembentukannya, ISDV tidak menuntut
kemerdekaan Indonesia. Pada saat itu, ISDV mempunyai sekitar 100 orang anggota,
dan dari semuanya itu hanya tiga orang yang merupakan warga pribumi Indonesia.
Namun demikian, partai ini dengan cepat berkembang menjadi radikal dan anti
kapitalis. Di bawah pimpinan Sneevliet partai ini merasa tidak puas dengan
kepemimpinan SDAP di Belanda, dan yang menjauhkan diri dari ISDV. Pada 1917, kelompok reformis dari ISDV memisahkan diri dan membentuk partainya
sendiri, yaitu Partai Demokrat Sosial Hindia.
Pada 1917 ISDV mengeluarkan penerbitannya sendiri
dalam bahasa Melayu, "Soeara Merdeka". Di bawah kepemimpinan
Sneevliet, ISDV yakin bahwa Revolusi Oktober seperti yang terjadi
di Rusia harus diikuti Indonesia. Kelompok ini
berhasil mendapatkan pengikut di antara tentara-tentara dan pelaut Belanda yang
ditempatkan di Hindia Belanda. Dibentuklah "Pengawal Merah" dan dalam
waktu tiga bulan jumlah mereka telah mencapai 3.000 orang. ISDV terus melakukan
kegiatannya, meskipun dengan cara bergerak di bawah tanah. Organisasi ini
kemudian menerbitkan sebuah terbitan yang lain, Soeara Ra’jat. Setelah sejumlah kader Belanda dikeluarkan dengan
paksa, ditambah dengan pekerjaan di kalangan Sarekat Islam, keanggotaan
organisasi ini pun mulai berubah dari mayoritas warga Belanda menjadi mayoritas
orang Indonesia.
Henk Sneevliet mewakili partai ini pada
kongresnya kedua Komunis Internasional pada 1920. Pada 1924 nama partai ini sekali lagi diubah menjadi Partai Komunis
Indonesia (PKI). Pada awalnya gerakan PKI hanyalah berasimilasi ke dalam Sarekat Islam. Namun karena keadaan yang semakin parah dimana ada perselisihan antara para anggotanya, terutama di Semarang dan Yogyakarta membuat Sarekat Islam melaksanakan disiplin partai. Yakni melarang
anggotanya mendapat gelar ganda di kancah perjuangan
pergerakan indonesia. Keputusan tersebut
tentu saja membuat para anggota yang beraliran komunis kesal dan keluar dari
partai dan membentuk partai baru yang disebut ISDV. Pada Kongres ISDV di Semarang (Mei 1920), nama organisasi ini diubah menjadi Perserikatan
Komunis di Hindia. Semaoen diangkat sebagai ketua partai, Darsono sebagai wakil ketua, dan Bergsma sebagai sekretaris.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar